Merauke, 16/4(Jubu)—Aparat Polres Merauke
melakukan operasi penertiban terhadap anak-anak putus sekolah yang nota
bene adalah orang asli Papua. Operasi penertiban itu, setelah adanya
laporan yang diterima dari masyarakat jika banyak anak-anak sering
nongkrong di emperan tokoh maupun sejumlah tempat lain dan menghirup
aibon secara bersama-sama.
Dari hasil operasi yang dilakukan pada Senin (15/4) malam ditiga tempat yakni depan BNI, GOR serta sekitar Toko Simon-Simon, sebanyak 17 anak-anak tersebut sedang beramai-ramai menghirup aibon. Untuk diketahui saja bahwa aibon itu hanya digunakan untuk menempel ban bocor dan itu biasa dibeli oleh mereka yang berprofesi sebagai penambal ban. Namun, anak-anak menggunakannya dengan cara, membukanya dan memasukan di balik baju sekaligus menghisap selama beberapa menit hingga sampai mabuk.
Kapolres Merauke, Patrige Renwarin melalui Kabag Ops, Irwan Sunuddin kepada tabloidjubi.com diruang kerjanya, Selasa (16/4) mengatakan, saat penangkapan, mereka sedang bergantian untuk menghirup aibon tersebut. Barang bukti berupa kaleng berisi lem, disita dan dibawa ke Polres Merauke sebagai bukti. Anak-anak yang semuanya adalah orang asli Papua, ikut dibawa ke Polres sekaligus diberikan pembinaan dan setelah itu dipulangkan.
“Kami juga mendatakan identitasnya sekaligus orang tua mereka. Sehingga nanti akan dilakukan monitoring dan pengontrolan secara kontinyu tiap malam. Dengan kasus dimaksud, operasi akan terus dilakukan terutama penertiban terhadap anak-anak di emperan toko. Karena sebagian besar sudah sering menghirup aibon secara bersama-sama,” ujarnya.
Dikatakan, secara umum, anak-anak yang menghirup aibon itu, kondisi fisiknya sangat kurus. Karena lem perekat masuk ke dalam tubuh dan bekerja secara perlahan lahan. Memang tujuan utama yang dilakukan menghirup aibon adalah agar dapat mabuk. Jika dibiarkan terus, tentunya akan sangat beresiko terhadap kesehatan perkembangan tubuh mereka.
Ditambahkan, setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata uang untuk membeli aibon senilai Rp 9000/kaleng itu adalah dari hasil mengemis di emperan toko yang dilakukannya. “Kami juga akan melakukan penertiban terhadap toko-toko yang menjual aibon. Artinya mereka harus melihat orang saat membeli. Tidak dengan serta merta melayani siapa saja,” tegasnya. (Jubi/Ans)
Dari hasil operasi yang dilakukan pada Senin (15/4) malam ditiga tempat yakni depan BNI, GOR serta sekitar Toko Simon-Simon, sebanyak 17 anak-anak tersebut sedang beramai-ramai menghirup aibon. Untuk diketahui saja bahwa aibon itu hanya digunakan untuk menempel ban bocor dan itu biasa dibeli oleh mereka yang berprofesi sebagai penambal ban. Namun, anak-anak menggunakannya dengan cara, membukanya dan memasukan di balik baju sekaligus menghisap selama beberapa menit hingga sampai mabuk.
Kapolres Merauke, Patrige Renwarin melalui Kabag Ops, Irwan Sunuddin kepada tabloidjubi.com diruang kerjanya, Selasa (16/4) mengatakan, saat penangkapan, mereka sedang bergantian untuk menghirup aibon tersebut. Barang bukti berupa kaleng berisi lem, disita dan dibawa ke Polres Merauke sebagai bukti. Anak-anak yang semuanya adalah orang asli Papua, ikut dibawa ke Polres sekaligus diberikan pembinaan dan setelah itu dipulangkan.
“Kami juga mendatakan identitasnya sekaligus orang tua mereka. Sehingga nanti akan dilakukan monitoring dan pengontrolan secara kontinyu tiap malam. Dengan kasus dimaksud, operasi akan terus dilakukan terutama penertiban terhadap anak-anak di emperan toko. Karena sebagian besar sudah sering menghirup aibon secara bersama-sama,” ujarnya.
Dikatakan, secara umum, anak-anak yang menghirup aibon itu, kondisi fisiknya sangat kurus. Karena lem perekat masuk ke dalam tubuh dan bekerja secara perlahan lahan. Memang tujuan utama yang dilakukan menghirup aibon adalah agar dapat mabuk. Jika dibiarkan terus, tentunya akan sangat beresiko terhadap kesehatan perkembangan tubuh mereka.
Ditambahkan, setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata uang untuk membeli aibon senilai Rp 9000/kaleng itu adalah dari hasil mengemis di emperan toko yang dilakukannya. “Kami juga akan melakukan penertiban terhadap toko-toko yang menjual aibon. Artinya mereka harus melihat orang saat membeli. Tidak dengan serta merta melayani siapa saja,” tegasnya. (Jubi/Ans)
Komentar
Posting Komentar