Langsung ke konten utama

Anggota Panel dan Simpatisan PDP di Wamena Diculik Aparat KepolisianTermasuk AMELIA JIGIBALOM SEKRETARIS PERSIDUM PAPUA

  • Elsham News Service
    Elsham_News_Service.jpg ... Elsham News Service, 22 Desember 2003 Anggota Panel dan Simpatisan PDP di Wamena Diculik Aparat Kepolisian Jayapura, ENS,- Relawan
    Message 1 of 1 , Dec 21, 2003

Elsham News Service, 22 Desember 2003

Anggota Panel dan Simpatisan PDP di Wamena Diculik Aparat Kepolisian

Jayapura, ENS,-
Relawan ELSHAM Papua di Wamena melaporkan bahwa pada  Minggu 21 Desember 2003 Pukul 12.24 WIT, Pdt. Obeth Komba, Pdt. Yudas Meage, Marjiono Murip, Sudirman Kogoya, Yohakim Huby, Timanus Kogoya, Joel Wenda, Hari Kosay, Edi Mariam, Frans Huby, Agus Sorabut, Amelia yigibalom dan Izak Wenda, yang ditahan oleh pihak Kejaksaan Negeri Wamena pada (11/12), dijemput oleh aparat kepolisian Polres Wamena dari Lembaga Pemasyarakatan.  Dengan alasan bahwa  atas perintah Mahkamah Agung akan dipindahkan dari LP Wamena ke tempat penahanan di Jakarta selama empat hari dengan tujuan yang tidak jelas. Mereka diberangkatkan dari Wamena (22/12) dengan pesawat Foker 27 milik Perusahaan Trigana dan dikawal oleh Wakpolres Wamena Kris Mailoa dan sorang staf Lembaga Pemasyarakatan Wamena.

Saat akan di berangkatkan ke Jayapura, Amelia Yigibalom tidak mau ikut. �Saya tidak akan berangkat, pemindahan ini tidak sesuai prosedur, tidak ada surat pemindahan. Untuk apa kami di bawa ke Jakarta? Kalau mau bunuh saya bunuh di sini saja!� ujar Amelia dengan tegas. Sebagai jaminan Amelia, Ishak Wenda, ikut di berangkatkan ke Jayapura.

13 tahanan ini berkaitan dengan tuduhan keterlibat mereka pada kasus Wamena berdarah (6/10/2000) tersebut,  masing-masing dikenakan pasal 106 KUHP dengan hukuman penjara, masing-masing, Pdt. Obeth Komba (4 thn penjara), Pdt. Yudas Meage (4 thn penjara), Sudirman Pagawak (3 thn 6 bulan penjara), Yohakim Huby (2 thn penjara), Timanus Kogoya (2 thn penjara), Joel Wenda (2 thn penjara), Harry Kosay (2 thn penjara), Edi Mariam (2 thn penjara), Frans Huby  (2 thn penjara), Agus Sorabut (2 thn penjara), Murjono Murip (4 tahun penjara), dan Ishak Wenda (1 thn 9 bulan penjara).

Kronologi
Pukul 14.00.WPB (22/12), para tahanan tiba di Bandara Sentani untuk selanjutnya dibawa ke Jakarta. Pjs. Direktur ELSHAM Papua, Drs. Alloysius Renwarin, SH, yang akan melakukan perjalanan ke Jakarta pada hari yang sama melihat aparat kepolisian mengawal secara ketat para tahanan tersebut. Alloysius menanyakan, mengapa para tahanan tersebut dibawa ke Jayapura. Namun, aparat kepolisian menjelaskan bahwa para tahanan akan di bawa ke Jakarta atas perintah Mahkamah Agung RI.

Mendengar jawaban tersebut Alloysius langsung meminta surat perintah pemindahan para tahanan tersebut ke Jakarta kepada Wakpolres dan staf Lapas Wamena. Tetapi Wakapolres menjawab tidak ada Surat Perintah pemindahan para tahanan ke Jakarta, Wakapolres hanya mendapat perintah secara lisan dari Kapolres untuk mengawal mereka ke Jakarta. Terjadilah perdebatan antara aparat kemanan dan Alloysius Renwarin dan akhirnya para tahanan tersebut dibawa ke Mabes Poda Papua.

Pukul 16.00.WPB, Para tahanan tiba di Mabes Polda Papua dan langsung dimasukan kedalam rumah tahanan.  Pada saat itu juga staf Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Wamena yang ikut mengawal ke 12 tahanan tersebut menghilang dan tidak diketahui kemana perginya.

Pukul 17.00. Tim yang terdiri dari, Kuasa Hukum para tahanan Alberth Rumbekwan, SH (staf ELSHAM PAPUA) bersama Pjs. Direktur ELSHAM, Drs. Alloysius, SH, Anum Siregar, SH (ALDP), Pdt. Herman Awom, S.Th (Moderator PDP), Thaha Alhamid (Anggota PDP) dan Tabuni (Anggota DPRD Provinsi Papua), menuju rumah Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Papua, tetapi Marjan, SH Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Papua tidak berada di tempat, maka rombongan terus menuju ke Wakil Pengadilan Tinggi, Kimar Saragih, SH.

Dalam perbincangan itu Alberth, Alloysius dan Anum Siregar menanyakan prosedur pemindahan para tahanan tersebut berkaitan dengan pengakuan staf LAPAS Wamena tentang perintah Mahkamah Agung untuk memindahkan para tahanan ke Jakarta. Tetapi Saragih menjawab tidak ada aturan yang mengatur tentang pemindahan tahanan dilakukan oleh MA atau Pengadilan. Saragih menjelaskan bahwa MA maupun Pengadilan Negeri tidak punya kewenangan untuk memindahkan para tahanan, MA dan Pengadilan hanya punya hak untuk memutuskan hukuman kepada para terdakwa.

Lebih lanjut Kimar Saragih menjelaskan bahwa pihak yang berwenang untuk memindahkan para tahanan adalah Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi. Jadi kalau boleh bertemu langung dengan Kajati. Atas saran tersebut, tim kemudian bertemu dengan Kajati. Namun Kajati tidak bisa ditemui, maka tim bertemu dengan Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Provinsi Papua, Leo. RT. Panjaitan, SH. Leo menjelaskan bahwa pihak Kejaksaan Tinggi tidak tahu tentang pemindahan 13 tahanan tersebut ke Jakarta. Masalah ini bukan wewenang Kejaksaan lagi, tetapi sudah menjadi kewenagan dari pihak Depertemen Kehakiman dan HAM. Sebaiknya ditanyakan langsung kepada Dirjen Pemasyarakatan Kehakiman dan HAM.

Dari kediaman Kajati, tim kemudian menuju kediaman Kakanwil Kehakiman dan HAM, MB. Aronggear, SH, untuk minta kejelasan pemindahan para tahanan ke Jakarata. Dalam pertemuan tersebut, Kakanwil menyampaikan bahwa, sebelumnya ada usulan dari pihak MUSPIDA Wamena kepada Kanwil Kehakiman dan HAM untuk menahan sementara para terdakwa kasus 6 Oktober 2000 dengan alasan situasi sosial politik di Papua yang tidak stabil, termasuk keselamatan mereka. Akan tetapi usulan itu belum dijawab secara tertulis karena mengingat hari raya Natal.

MB Aronggear mengaku bahwa tidak tahu kalau para tahanan itu sudah ada di Polda Papua untuk siap diberangkatkan ke Jakarta. Beliau sangat kesal dan berterus terang bahwa, pihak MUSPIDA Wamena selalu komunikasi tentang masalah ini langsung ke Jakarta, tanpa sepengetahuan dia selaku Pimpinan Kantor Kehakiman dan HAM di Propinsi Papua. �Saya kuatir ada pihak-pihak tertentu yang melakukan hal ini,� ungkap Aronggear saat mengetahui bahwa terdakwa kasus 6 Oktober 2000 sudah berada di Polda Papua.

Relawan ELSHAM Papua melaporkan bahwa (22/12) sore pukul 15.00 WPB, Bupati dan Wakil Bupati bertemu dengan beberapa anggota keluarga tahanan, dalam pertemuan Rusli, ajudan bupati menjelaskan bahwa, penahanan dan pemindahan para terdakwa kasus 6 Oktober 2000 atas laporan BIN berkaitan dengan aktifitas mereka yang masih mengarah ke Papua Merdeka. �BIN menerima laporan dari Wamena bahwa, para tersangka kasus Wamena 6 Oktober 2000 masih melakukan aktifitas yang berkaitan dengan gerakan Papua Merdeka, sehingga mereka akan di bawa ke Jakarta untuk di interogasi� ujar Rusli.

Staf sekretaris Mahkamah Agung Jakarta Muhamad Saleh yang dihubungi lewat telepon di Jakarata, mengatakan bahwa, pihak Mahkamah Agung tidak mengeluarkan surat perintah untuk memindahkan ke 12 orang itu ke Jakarta. �Bagi kami keputusan eksekusi sudah selesai� ujarnya.

Kapolda Papua Irjenpol. Timbul Silaen, yang sementara ini berada di Jakarta, saat dihubungi Pjs. Direktur Elsham Papua, Drs. Alloysius Renwarin, SH pertelepon, mengatakan bahwa ia sama sekali tidak tahu rencana pemindahan para tahanan ke Jakrata, dan kalau itu ada, maka para tahanan tidak bisa langsung dibawa tanpa menunjukan surat pemberitahuan kepada keluarga maupun kuasa hukumnya, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. �Ini sudah menyalahi prosedur hukum,� kata Kapolda Papua Irjenpol. Timbul Silaen.

Alberth Rumbekwan, SH kuasa hukum para terdakwa dan Anum Siregar, SH praktisi hukum saat diminta keterangan, mereka menjelaskan bahwa proses pemindahan ini diluar prosedur hukum karena pihak Kejaksaan, Lembaga Pemasyarakatan dan Kepolisian Wamena tidak bisa menunjukan surat perintah pemindahan para tahanan ke Jakarta yang menjelaskan tentang maksud dan tujuan apa mereka (para tahanan, red) ini di berangkatkan ke Jakarta. Alberth dan Anum menilai bahwa Instansi penegak hukum di Wamena telah melakukan perbuatan yang melawan hukum. �Ini bisa dikatakan ada upaya menghilangkan para tahanan atau percobaan penculikan,� jelas Alberth.

Kasus tersebut diatas menunjukan bahwa pihak pemerintah RI, telah membuat sebuah rencana yang mengarah kepada pecahnya konflik besar-besaran di Papua. Mereka yang sementara ditahan adalah tokoh-tokoh berpengaruh di masyarakat sehingga proses pemindahan yang tidak prosedural ini akan memancing emosi rakyat untuk melakukan tindakan-tindakan diluar hukum yang akhirnya bisa mengarah kepada sebuah konflik yang besar. Upaya menciptakan konflik di Papua dimulai dengan Pembunuhan terhadap Theys Eluay, Ketua Presidium Dewan Papua, Sejumlah pasukan yang di drop ke Papua, termasuk akan didirikannya Kantor Milisi Front Pembela Merah Putih pimpinan Eurico Gueteres (Mantan Pemimpin Milisi Bersenjata Merah Putih yang membantu TNI membumihanguskan Timor Timur pasca Referendum 1999) di Timika.

Walaupun Kapolda Irjenpol. Papua Timbul Silaen dan Tom Beanal, maupun rakyat Papua menolak Eurico Gueteres mendirikan Milisi Front Pemebela Merah Putih di Timika, tetapi seperti komentar Eurico di Sydney Morning Herald (20/12/) bahwa apapun alasannya, dia tetap akan mendirikan, membentuk Organisasai yang dipimpinnya di Timika. Dan kalau Tom Beanal dan Rakyat Papua menolaknya, maka mereka adalah separatis dan akan berhadapan dengan dia (Gueteres) dan 18000 anggotanya yang sudah tersebar di berbagai tempat di Papua.

Akhirnya sejumlah dokumen rahasia negara RI tentang rencana mengahancurkan Papua mulai dilaksanakan. ELSHAM Papua  sejak tahun 2000-2003 telah membongkar dokumen-dokumen tersebut lewat siaran pers maupun press releasenya dan mulai nampak rencana buruk yang dirancang oleh negera untuk mengacaukan Papua.@Elsham News Service



*** ELSHAM NEWS SERVICE adalah suatu bagian pelayanan informasi reguler tentang situasi sosial politik dan implikasinya terhadap HAM dan demokrasi di Papua. ELSHAM NEWS SERVICE menyebarkan secara rutin laporan-laporan investigative aktual yang diperoleh secara langsung dari jaringan ELSHAM yang tersebar di seluruh pelosok Papua, nasional dan internasional. ELSHAM adalah lembaga HAM yang berdiri 5 Mei 1998 bekerja untuk mengakhiri militerisme, kekerasan dan impunitas serta melakukan pendidikan HAM dan demokrasi bagi masyarakat Papua. Bagi anda yang ingin berlangganan silahkan kirimkan permohonan dengan menyertakan identitas yang jelas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MASYARAKAT LANNY JAYA PAPUA SUKU DANI LANI

FHOTO SUKU DANI AND LANI LEMBAH BALIEM PAPUA LANNY JAYA

Bukti Cinta Masyarakat Lanny jaya Papua Pada Indonesia

PIMPINAN AKSI DETIUS YOMAN Siapa bilang Papua ingin merdeka?? Siapa bilang masyarakat Papua ingin berpisah dari NKRI?? Ini hanyalah kebohongan publik yang sering diungkapkan oleh Tokoh OPM Benny Wenda, tidak hanya di Papua saja akan tetapi sampai ke luar negeri. Semakin gencarnya provokasi di wilayah Papua oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB), semakin kuat juga perlawanan masyarakat Papua di berbagai wilayah untuk menentang organisasi terlarang tersebut.   

Peraturan Kepala BPHN Ttg Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Kadarkum dan Desa Sadar Hukum

PERATURAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PHN.HN.03.05-73 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN KELUARGA SADAR HUKUM DAN DESA/KELURAHAN SADAR HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL,     Menimbang      : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 17, pasal 18, pasal 20, pasal 30, pasal 35, pasal 36, dan pasal 37 sesuai perintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang Pembentukan dn Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/K