IMG-20170524-WA0046
People Also Read
Tak Ada Intervensi di Kasus Sengketa Lahan di Bilangan
KuninganTim SAR Koarmabar Selamatkan Korban TenggelamSBY : Kita Bantu Presiden Menjaga KerukunanJokowi : Saya akan Bawa KPK Cek Keuangan DesaPanasonic Tawarkan 24 Tipe Baru Televisi Hexa Chroma
FORUM
KEADILAN, Jakarta – Meskipun
Pilkada Kabupaten Lanny Jaya, Papua telah usai dan telah terpilih pasangan
kepala daerah yang baru, namun teryata masih menyisakan persoalan. Pasalnya,
hingga kini kasus dugaan money politic yang dilakukan tim sukses pasangan
pasangan bupati terpilih Lanny Jaya Befa Yigibalon-Betus Kagoya, Ronius Tabuni
belum juga tuntas.
Ronius
Tabuni dilaporkan oleh Kilioner Wenda selaku anggota Panwas ke Mapolres Lanny
Jaya dengan nomor laporan : LP/02/II/2017/Sat Reskrim, Tanggal 20 Februari
2017. Atas laporan ini pelaku diduga telah melanggar tindak pidana pemilu
sebagaimana diatur Pasal 187A ayat (1) Jo Pasal 73 ayat (4) UU.No.10.Tahun 2016
tentang Perubahan kedua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang penetapan
peraturan pemerintah pengganti UU No.1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur,
Bupati dan Wali Kota menjadi UU.
Untuk
mengetahui hal ini lebih lanjut, FORUM Keadilan berkesempatan meminta pendapat
dari ahli hukum pidana Universitas Matla’ul Anwar Banten DR. H. Suhardi
Somomoeljono, SH.,MH. berikut kutipan wawancaranya;
Apa
sesungguhnya substansi dari pasal-pasal yang dilaporkan terrsebut ?
Kita mulai dari tektual kandungan Pasal 73 ayat (4) normatifnya berbunyi sebagai berikut : Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye dan relawan atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c.Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Disisi lain norma dari Pasal 187A ayat (1) tersebut berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta Rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar Rupiah).
Kedua pasal tersebut unsur-unsurnya relatif tidak sulit untuk dibuktikan, artinya beban pembuktiannya minimal ada 2 (dua) alat bukti pelaku sudah dapat diperiksa dan dinyatakan sebagai TSK (Tersangka) tentu saja norma yang terkandung didalamnya tidak dapat dilepaskan dari adanya bukti berupa uang yang digunakan sebagai alat kejahatan untuk mempengaruhi pihak pemilih yang seharusnya seseorang itu memilih “A” tetapi karena faktor terpengaruh dengan uang tersebut akhirnya seseorang tersebut memilih “B”.
Kita mulai dari tektual kandungan Pasal 73 ayat (4) normatifnya berbunyi sebagai berikut : Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye dan relawan atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c.Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Disisi lain norma dari Pasal 187A ayat (1) tersebut berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta Rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar Rupiah).
Kedua pasal tersebut unsur-unsurnya relatif tidak sulit untuk dibuktikan, artinya beban pembuktiannya minimal ada 2 (dua) alat bukti pelaku sudah dapat diperiksa dan dinyatakan sebagai TSK (Tersangka) tentu saja norma yang terkandung didalamnya tidak dapat dilepaskan dari adanya bukti berupa uang yang digunakan sebagai alat kejahatan untuk mempengaruhi pihak pemilih yang seharusnya seseorang itu memilih “A” tetapi karena faktor terpengaruh dengan uang tersebut akhirnya seseorang tersebut memilih “B”.
Apakah
Pasangan Pilkada yang melakukan Money Politic baik secara langsung maupun
melalui tim pemenangan pemilu kemudian menang dapat dilantik untuk menjabat
sebagai Kepala Daerah ?
Harus dibedakan antara Perbuatan Pidana dengan Proses penyelenggaraan pemerintahan. Sepanjang seseorang itu belum ditetapkan sebagai tersangka belum adanya Penangkapan, Penahanan serta putusan pengadilan yang memvonis bersalah, maka berdasarkan asas praduga tidak bersalah seseorang secara hukum harus dianggap tidak memiliki kesalahan. Artinya proses pelantikan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerinrtahan tidak ada halangan. Terkecuali jika dikemudian hari terbukti secara hukum telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara pidana, maka Surat Pengangkatan selaku Kepala Daerah dapat ditinjau kembali mendasarkan pada bunyi dari diktum putusan hakim dan/atau jika Kepala Daerah dalam proses pemeriksaan pidana telah ditahan oleh pihak penyidik maka pemerintah pusat terkait memiliki hak-hak yang bersifat diskresioner apakah Kepala Daerah dapat diberhentikan sementara atau tidak.
Harus dibedakan antara Perbuatan Pidana dengan Proses penyelenggaraan pemerintahan. Sepanjang seseorang itu belum ditetapkan sebagai tersangka belum adanya Penangkapan, Penahanan serta putusan pengadilan yang memvonis bersalah, maka berdasarkan asas praduga tidak bersalah seseorang secara hukum harus dianggap tidak memiliki kesalahan. Artinya proses pelantikan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerinrtahan tidak ada halangan. Terkecuali jika dikemudian hari terbukti secara hukum telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara pidana, maka Surat Pengangkatan selaku Kepala Daerah dapat ditinjau kembali mendasarkan pada bunyi dari diktum putusan hakim dan/atau jika Kepala Daerah dalam proses pemeriksaan pidana telah ditahan oleh pihak penyidik maka pemerintah pusat terkait memiliki hak-hak yang bersifat diskresioner apakah Kepala Daerah dapat diberhentikan sementara atau tidak.
Mengapa
terkesan Penyidik Kepolisian lambat memeriksa perkara pidana tersebut sehingga
berdasarkan informasi yang kami himpun laporan perkara pidana tersebut sampai
sekarang belum sampai pada proses P.21 ?
Pertanyaan tersebut secara hukum merupakan hak dan wewenang penyidik mengapa perkara belum sampai pada P.21. Apakah alat-alat bukti/barang bukti mungkin belum memenuhi syarat, sehingga hal-hal yang menyangkut teknis penyidikan adalah wewenang mutlaq pihak penyidik. Dalam kontek perkembangan penyidikan pihak Pelapor memiliki hak untuk menanyakan mengapa laporan tersebut belum sampai pada proses P.21.
Pertanyaan tersebut secara hukum merupakan hak dan wewenang penyidik mengapa perkara belum sampai pada P.21. Apakah alat-alat bukti/barang bukti mungkin belum memenuhi syarat, sehingga hal-hal yang menyangkut teknis penyidikan adalah wewenang mutlaq pihak penyidik. Dalam kontek perkembangan penyidikan pihak Pelapor memiliki hak untuk menanyakan mengapa laporan tersebut belum sampai pada proses P.21.
Apa saran
saudara selaku Ahli Hukum Pidana dengan adanya kelambatan pemeriksaan perkara
pidana tersebut ?
Idealnya dalam era demokrasi bebas yang sudah merupakan pilihan rakyat Indonesia, agar supaya tidak menimbulkan kesan negatif terhadap kinerja penyidik kepolisian sebaiknya atas Laporan Polisi tersebut segera ditindak lanjuti sampai pada proses persidangan dalam rangka membuktikan apakah benar telah terjadi politik uang dalam proses Pilkada di kabupaten Lanny jaya. Jika tidak diproses kasihan kepada masyarakat yang sangat mendambakan adanya penegakan hukum yang benar-benar demokratis. Disisi lain pihak pemenang jika dapat membuktikan tidak ada politik uang dalam proses Pilkada nama baiknya akan semakin baik dimata masyarakat. Korupsi dan juga bentuk-bentuk kejahatan politik uang pada saat ini merupakan hal yang wajib kita berantas bersama-sama.
Idealnya dalam era demokrasi bebas yang sudah merupakan pilihan rakyat Indonesia, agar supaya tidak menimbulkan kesan negatif terhadap kinerja penyidik kepolisian sebaiknya atas Laporan Polisi tersebut segera ditindak lanjuti sampai pada proses persidangan dalam rangka membuktikan apakah benar telah terjadi politik uang dalam proses Pilkada di kabupaten Lanny jaya. Jika tidak diproses kasihan kepada masyarakat yang sangat mendambakan adanya penegakan hukum yang benar-benar demokratis. Disisi lain pihak pemenang jika dapat membuktikan tidak ada politik uang dalam proses Pilkada nama baiknya akan semakin baik dimata masyarakat. Korupsi dan juga bentuk-bentuk kejahatan politik uang pada saat ini merupakan hal yang wajib kita berantas bersama-sama.
Irman
Robiawan
Komentar
Posting Komentar